Kisah Sang Bidan Desa

Februari 9, 2011 at 23:36 Tinggalkan komentar

Kemarin sore aku mendapat kabar bahwa adikku telah menjalani kuret/ kiret. Dia mengalami keguguran. Usia kandungannya sekitar 1 bulanan. Sedih rasanya hati ini, mengingat adikku belum lama kehilangan buah hatinya yang belum genap berusia sebulan. Awalnya pastilah adikku bahagia. Bagaimana tidak, kesedihannya atas kehilangan buah hatinya kini kan terobati dengan hadirnya janin di rahimnya. Tapi ternyata adikku mengalami keguguran. Ya mungkin rahimnya belum kuat karena rentang waktu antara proses melahirkan yang kemarin dengan mengandung saat ini belum lewat satu tahun. Aku teringat sahabatku yang akhirnya keguguran dan harus dikuret. Konon  hal  ini terjadi karena seringnya dia dibonceng suaminya menggunakan motor dan kadang motornya melintasi jalanan berlubang. Kita tahu bahwa tiga bulan pertama usia kehamilan adalah usia yang rawan. Adikku adalah seorang bidan desa. Sebagai bidan dia harus siap siaga selama 24 jam. Saat sedang lelap tidur pun, kala pintu diketuk dan dimintai bantuan maka  dia pun harus bangun dan segera menolong mereka yang membutuhkan. Nah, namanya juga di desa jalanan gak semuanya mulus beraspal. Mungkin adikku seringkali terjebak jalanan jelek dan berlobang ketika menuju pasien. Saat memikirkan keselamatan jiwa pasien, keadaan kandungan sendiri pun bisa terlupa. Ya beginilah tugas seorang bidan desa. Tugas yang dimata kami mulia. Teringat kembali saat keponakanku meninggal yang tak lain adalah buah hati adikku itu. Adikku menangis, sedih sekali. Ketegarannya seolah pudar sudah. Gadis tangguh itu luluh, meleleh meletih lunglai. Dibenaknya mungkin terpikir, selama ini dia seringkali membantu proses kelahiran warga di desa tersebut dan rata-rata berhasil. Bahkan dia bisa memantau perkembangan sang bayi. Terus tembuh menggemaskan. Tapi, dia tidak bisa menolong bayi sendiri agar tetap tumbuh dan berkembang. Buah hatinya hanya bisa dia peluk tak sampai genap 1 bulan. Allah memanggilnya di sebuah rumah sakit di Bandung, dengan syareat kelainan jantung. Kadang ketika dia bertugas sebagai bidan suka menangis. Melihat bayi-bayi yang harus dia obati, maka teringat bayinya. Tapi ini kesedihan yang manusiawi jika tidak berlarut-larut. Allah-lah Sang Pemilik semua mahluk. Allah berhak memanggilnya kapanpun. Bayi itu adalah titipan, maka adikku harus mengikhlaskannya. Dan kemampuannya pun membantu persalinan adalah kuasa Allah. Kita sebagai mahluk tak bisa melakukan apa pun tanpa ijin Allah. Menjadi Bidan Desa adalah ladang amal. Itulah yang keluarga kami tahu. Dan aku selalu menyemangati adikku bahwa dia terlahir untuk beramal baik lewat profesinya itu. Aku berharap adikku segera fit kembali hingga dia bisa kembali beramal baik, menjalankan tugas mulianya. Meski begitu, aku tetap berharap dia pun bisa menjaga kesehatannya. Semoga Allah senantiasa memberkahi hidup dan kehidupannya.

Entry filed under: Uncategorized.

Peranan Obat Tradisional Dalam Kehhdupan Masyarakat

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Kalender

Februari 2011
R K J S M S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728  

Most Recent Posts